Kamis, 08 Oktober 2015

LAPORAN AWAL LEVELLING WATERPASS

BAB I
PENDAHULUAN


1.1         Latar Belakang
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengolahan dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Dalam pertambangan salah satu ilmu yang mendukung proses penambangan yaitu pemetaan. Perlu kita ketahui bersama bahwa pemetaan ialah suatu kegiatan pengukuran, perhitungan dan penggambaran permukaan bumi di atas bidang datar (softcopy atau hardcopy) dengan menggunakan metode pemetaan tertentu sehingga didapatkan output berupa peta. Berkenaan dengan pemetaan kita akan mengenal ilmu geodesi. Ilmu geodesi lebih bnyak berperan dalam pembuatan kerangka dasar pemetaan, pengambilan data atau detail topografi, perhitungan proyeksi peta, serta peyusunan manuskrip. Berkenaan dengan pengambilan data atau detail topografi kita membutuhkan suatu system, yaitu leveling atau penyipat datar.

1.2         Maksud dan Tujuan
1.2.1      Maksud
Adapun maksud dari pembuatan laporan ini adalah untuk mengetahui segala sesuatu mengenai leveling atau penyipat datar sehingga mahasiswa dapat  mengaplikasikannya dilapangan pada saat praktikum.
1.2.2      Tujuan
Adapun tujuan nya yaitu :
·        Mahasiswa mampu mengatahui definisi penyipat datar/levelling.
·        Mahasiswa mampu mengetahui cara menggunakan alat penyipat datar.
·        Mahasiswa mengetahui metode yang digunakan untuk penentuan beda tinggi antar dua titik sesuai dengan kondisi di lapangan.
·        Mahasiswa mampu mengetahui ketelitian pengukuran penyipat datar.
·        Mahasiswa mampu mengetahui kesalahan-kesalahan pada saat pengukuran penyipat datar.


BAB II
LANDASAN TEORI


2.1       Definisi Penyipat Datar
            Penyipat datar adalah menentukan atau mengukur beda tinggi antara dua titik atau lebih. Ketelitian penentuan ukuran tergantung pada alat – alat yang digunakan serta pada ketelitian pengukuran dan yang dapat dilaksanakan.
Penyipat datar adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan yang di maksud adalah perbedaan tinggi di atas air laut kesuatu titik tertentu sepanjang garis vertikal. Perbedaan tinggi antara titik-titik akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada pesawat yang ditunjukan pada rambu yang vertikal. Tujuan dari pengukuran penyipat datar adalah untuk mencari selisih atau beda tinggi antara dua titik yang di ukur.

2.2       Definisi Waterpass
Waterpass adalah suatu alat ukur tanah yang dipergunakan untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik saling berdekatan. Beda tinggi tersebut ditentukan dengan garis-garis visir (sumbu teropong) horizontal yang ditunjukan ke rambu-rambu ukur yang vertical. Sedangkan pengukuran yang menggunakan alat ini disebut dengan Levelling atau Waterpassing. Pekerjaan ini dilakukan dalam rangka penentuan tiggi suatu titik yang akan ditentukan ketiggiannya berdasarkan suatu system referensi atau bidang acuan.

2.2       Cara Penggunaan Alat Penyipat Datar
Alat yang sering digunakan pada proses pengukuran penyipat datar yaitu waterpass.
Gambar 1
Waterpass
Berikut ini adalah contoh pengukuran dengan  menggunakan waterpass :
1)   Pesawat didirikan tepat diatas dititik P1 yang telah ditandai dengan cat.
2) Setelah unting-unting menunjuk tepat ke titik P1, sekrup pengukit diatur sedemikian rupa hingga gelembung nivo tepat ditengah-tengah.
3)  Menentukan  titik-titik yang akan ditentukan ketinggiannya, lalu mengukur jarak titik-titik tesebut dari pesawat. Titik-titik tersebut adalah titik 1, 2, 3, dst.
4) Menyipat titik-titik yang telah ditentukan tersebut serta titik BM, sementara pemegang  rambu membetulkan posisi  rambu ukur (baak) spaya tegak betul.
5)  Setelah letak rambu ukur vertikal, benang horisontal dibaca oleh pengamat dan hasilnya dicatat oleh pencatat secara teliti agar memenuhi dua rumus waterpass, yaitu : d = 100 x (BA-BB) dan 2 x BT = BA + BB. Jika hasil pembacaan tidak memenuhi rumus diatas, pembacaan rambu ukur diulang       kembali.
6)  Setelah titik-titik tersebut disipat, maka pesawat dipindahkan ke titik P2 yang telah diberi tanda cat, kemudian mengulang langkah-langkah no.2 s/d no.5. prosedur ini diulang untuk posisi pesawat di P3, P4, dan seterusnya hingga titik terakhir, yaitu titik P11.
7)  Melakukan penghitungan beda tinggi terhadap titik-titik tersebut.




2.3       Penentuan Beda Tinggi Antara Dua Titik
Penentuan beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan tiga cara. Tiga cara ini dapat dipergunakan sesuai dengan kondisi di lapangan dan hasil pengukuran yang ingin diperoleh.
1.            Alat ukur berada di antara kedua titik.
Pada cara pertama alat ukur diposisikan antara titik A dan B, sedangkan masing-masing titik tersebut ditempatkan rambu ukur yang vertikal. Jarak dari alat ukur terhadap masing-masing rambu diusahakan berimbang atau ± sama. Sedangkan letak alat ukur tidaklah harus pada garis lurus yang menghubungkan titik A dan B. Cara ini merupakan dasar dalam pengukuran sipat datar memanjang.
Gambar 2
Pengukuran beda tinggi di antara titik dengan alat penyipat datar

Dengan cara ini aturlah kedudukan alat agar memenuhi syarat melakukan pengukuran, kemudian arahkan garis ke rambu A sebagai bacaan belakang (b) dan ke rambu B sebagai bacaan muka (m). Dalam hal ini selalu diingat, bahwa angka pembacaan pada rambu merupakan jarak yang dibatasi antara alas rambu terhadap garis bidik maka dapat dimengerti bahwa beda tinggi antara titik A dan B yaitu sebesar t = b – m.
2.            Alat ukur berada di luar kedua titik
Pada cara yang kedua ini merupakan cara yang dapat dilakukan bilamana pengukuran beda tinggi antara kedua titik tidak memungkinkan dilakukan dengan cara pertama, disebabkan oleh kondisi di lapangan atau hasil pengukuran yang hendak dicapai. Pada cara ini alat ukur ditempatkan disebelah kiri atau kanan pada salah satu titik. Jadi alat tidak berada diantara kedua titik A dan B melainkan di luar garis A dan B melainkan di luar garis A dan B. Sedangkan pembacaan kedua rambu sama dengan cara yang pertama, hingga diperoleh beda tinggi antara kedua titik A dan B. Penentuan tinggi dengan cara ini umum dilakukan pada pengukuran sipat datar profil.

Gambar 3
 Pengukuran Beda Tinggi di luar Titik dengan Alat Penyipat Datar

3          Alat ukur berada di atas salah satu dari kedua titik.
Pada cara ini, alat ukur ditempatkan di atas salah satu titik dari kedua titik yang diukur. Harus dipahami bahwa, penempatan alat di atas titik terlebih dahulu diketahui titik tersebut, sehingga kedudukan sumbu ke satu alat ukur segaris dengan titik tengah patok (Center). Dalam hal ini untuk menempatkan alat tepat di atas patok menggunakan alat tambahan yaitu unting-unting. Penggunaan cara yang ketiga ini umum dilakukan pada penyipat datar luas dan Stake out.
Gambar 4
Pengukuran Beda Tinggi di atas Titik dengan Alat Penyipat Datar
Seperti terlihat pada Gambar tinggi a adalah Tinggi Garis Bidik yang diukur dengan rambu dari atas patok B terhadap titik tengah teropong. Untuk memperoleh beda tinggi antara titik A dan B maka, arahkan teropong ke rambu lainnya yaitu rambu A dengan angka bacaan rambu sebesar b. Dengan demikian, beda tinggi titik A terhadap titik B adalah t = b – a.
            Dari ketiga cara pengukuran beda tinggi di antara dua titik tersebut, sesuai dengan urutannya cara yang pertama merupakan cara yang paling teliti. Hal ini disebabkan alat berada diantara kedua rambu sehingga dapat saling memperkecil kesalahan yang disebabkan oleh tidak sejajarnya garis bidik dan garis nivo pada saat pengaturan kedudukan alat.
            Cara kedua dan cara ketiga sering kali dipahami sebagai cara Tinggi Garis Bidik dan selanjutnya disingkat TGB. Dengan TGB sebagai garis acuan, maka dengan cepat dapat ditentukan ketinggian atau elevasi titik-titik di lapangan. Bila dicermati lebih mendalam cara kedua lebih teliti dibandingkan dengan cara ketiga, karena kasarnya prediksi terhadap titik tengah teropong menggunakan rambu.
Yang harus dipahami pada pengukuran beda tinggi antara dua titik ini ialah, beda tinggi selalu diperoleh dari bacaan rambu belakan dan bacaan rambu muka. Ditentukannya nama belakang dan muka pada rambu terkait dengan nama patok serta arah jalur pengukuran yang direncanakan. Bila t bernilai positif (+), maka titik muka lebih tinggidari pada titik belakang, sedangkan sebaliknya bila t bernilai negatif (-), maka titik muka lebih rendah dari pada titik belakang

2.4       Ketelitian Penyipat Datar
Untuk menentukan baik buruknya pengukuran menyipat datar, sehingga pengukuran harus diulang / tidak, maka akan ditentukan batas harga kesalahan terbesar yang masih dapat diterima.
Bila pengukuran dilakukan pulang pergi, maka selisih hasil pengukuran pulang pergi tidak boleh lebih besar dari pada:
k1 = ± (2,0 √ Skm) mm untuk pengukuran tingkat pertama (First Order Levelling)
k2 = ± (3,0 √Skm) mm untuk pengukuran tingkat kedua (Second Order Levelling)
k3 = ± (4,0 √Skm) mm untuk pengukuran tingkat ketiga (Third Order Levelling)
Untuk pengukuran menyipat datar yang diikat oleh dua titik yang telah diketahui tingginya sebagai titik-titik ujung pengukuran, maka beda tinggi yang didapat dari tinggi titik-titik ujung tertentu itu tidak boleh mempunyai selisih lebih besar dari pada:
k1 = ± (2,0 ± 2,0 √ Skm) mm untuk pengukuran tingkat pertama
k2 = ± (2,0 ± 3,0 √Skm) mm untuk pengukuran tingkat kedua
k3 = ± (2,0 ± 6,0 √Skm) mm untuk pengukuran tingkat ketiga
Pada rumus-rumus Skm berarti jarak pengukuran yang dinyatakan dalam kilometer.

2.5       Kesalahan-Kesalahan Yang Terjadi Ketika Pengukuran
2.5.1    Kesalahan Perorangan dan Alat
1)      Kekeliruan dalam membaca angka pada rambu dapat diatasi dengan membaca ketiga benang diafragma  
2)      Kekeliruan penulis dalam mencatat data ukur  
3)      Karena kesalahan pemegang rambu waktu menempatkan rambu di atas  titik sasaran..    
2.5.2    Kesalahan dari Alat
1)      Karena garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo. Hal ini dapat di  hindarkan dengan menempatkan alat di tengah-tengah rambu belakang dan  rambu muka (dp = dm) atau usahakan jumlah jarak rambu belakang = jumlah  jarak muka.  
2)      Kesalahan karena garis nol skala dan kemiringan rambu. Misalnya letak garis nol skala pada rambu A dan B tidak betul,maka hasil  pembacaan pada rambu A harus di koreksi Ka dan pada rambu B sebesar  Kb.
2.5.3    Kesalahan yang Bersumber Pada Alam
1)      Kesalahan karena melengkungnya sinar (refraksi), Sinar cahaya yang datang dari rambu ke alat penyipat datar karena melalui  lapisan-lapisan udara yang berbeda baik kepadatan, tekanan maupun  suhunya maka sinar yang datang bukanlah lurus melainan melengkung. 
2)      Kesalahan karena melengkungnya bumi. Sesuai dengan prinsip dasar pengukuran beda tinggi, maka beda tinggi  antara titik A dan B sama dengan jarak antara bidang nivo melalui titik A dan  bidan nivo yang melalui b.
3)      Kesalahan karena masuknya statip alat penyipat datar ke dalam tanah. Alat penyipat datar selama pengukuran mungkin saja bergerak ke  samping ataupun ke bawah, sehingga gelembung nivo pada alat penyipat  datar tidak di tengah lagi, dengan demikian garis bidik tidak mendatar lagi. Meskipun demikian alat penyipat datar dapat saja bergerak ke dalam tanah  tetapi gelembung nivo tetap di tengah. Masuknya statip penyipat datar ke dalam tanah akan memberi pengaruh pada hasil pengukuran.
4)      Kesalahan karena panasnya sinar matahari dan getaran udara. Alat penyipat datar apabila selalu kena sinar matahari maka akan menimbulkan perubahan pada gelembung nivo sehingga akan mengakibatkan  kesalahan pada hasil pengukuran.  Untuk menghindari hal tersebut pada waktu pengukuran alat penyipat  datar harus di lindungi dengan payung. Pengaruh getaran udara ini dapat di  hindari dengan melakukan pengukuran pada waktu lapisan udara tenang yaitu  waktu pagi dan sore.


BAB III
KESIMPULAN


Penyipat datar atau levelling adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan tinggi antara titik-titik akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada pesawat yang ditunjukan pada rambu yang vertikal. Tujuan dari pengukuran penyipat datar adalah untuk mencari selisih atau beda tinggi antara dua titik yang di ukur.
Alat yang sering digunakan pada proses pengukuran penyipat datar yaitu waterpass. Waterpass adalah suatu alat ukur tanah yang dipergunakan untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik saling berdekatan. Beda tinggi tersebut ditentukan dengan garis-garis visir (sumbu teropong) horizontal yang ditunjukan ke rambu-rambu ukur yang vertical.
Berikut ini adalah kesalahan-kesalahan yang terjadi ketika pengukuran, yaitu : Kesalahan perorangan dan alat, kesalahan dari alat, dan kesalahan yang bersumber pada alam.


DAFTAR PUSTAKA


Mohamad, Pengukuran Sipat Datar”. http://blogspot.com/2012/11/.html. Diakses tanggal 20 Oktober  2014. Pukul 23.55 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar