BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh
tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengolahan dan pengusahaan mineral
atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
kegiatan pasca tambang. Dalam pertambangan salah satu ilmu yang mendukung
proses penambangan yaitu pemetaan. Perlu kita ketahui bersama bahwa pemetaan
ialah suatu kegiatan pengukuran,
perhitungan dan penggambaran permukaan bumi di atas bidang datar (softcopy atau hardcopy) dengan menggunakan metode pemetaan tertentu sehingga
didapatkan output berupa peta. Berkenaan dengan pemetaan kita akan mengenal ilmu geodesi. Ilmu geodesi
lebih bnyak berperan dalam pembuatan kerangka dasar pemetaan, pengambilan data
atau detail topografi, perhitungan proyeksi peta, serta peyusunan manuskrip.
Berkenaan dengan pengambilan data atau detail topografi kita membutuhkan suatu
system, yaitu leveling atau penyipat datar.
1.2
Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Adapun maksud dari pembuatan laporan
ini adalah untuk mengetahui segala sesuatu mengenai leveling atau penyipat
datar sehingga mahasiswa dapat mengaplikasikannya dilapangan pada saat
praktikum.
1.2.2 Tujuan
Adapun tujuan nya yaitu :
·
Mahasiswa mampu mengatahui definisi
penyipat datar/levelling.
·
Mahasiswa mampu mengetahui cara
menggunakan alat penyipat datar.
·
Mahasiswa mengetahui metode yang
digunakan untuk penentuan beda tinggi antar dua titik sesuai dengan kondisi di
lapangan.
·
Mahasiswa mampu mengetahui ketelitian
pengukuran penyipat datar.
·
Mahasiswa
mampu mengetahui kesalahan-kesalahan pada saat pengukuran penyipat datar.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Penyipat Datar
Penyipat datar adalah menentukan atau mengukur beda tinggi antara dua
titik atau lebih. Ketelitian penentuan ukuran tergantung pada alat – alat yang
digunakan serta pada ketelitian pengukuran dan yang dapat dilaksanakan.
Penyipat datar adalah proses
penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan yang di maksud adalah perbedaan
tinggi di atas air laut kesuatu titik tertentu
sepanjang garis vertikal. Perbedaan tinggi antara titik-titik akan dapat ditentukan dengan garis
sumbu pada pesawat yang ditunjukan pada rambu yang vertikal. Tujuan dari
pengukuran penyipat datar adalah untuk mencari selisih atau beda tinggi antara
dua titik yang di ukur.
2.2 Definisi Waterpass
Waterpass
adalah suatu alat ukur tanah yang dipergunakan untuk mengukur beda tinggi
antara titik-titik saling berdekatan. Beda tinggi tersebut ditentukan dengan
garis-garis visir (sumbu teropong) horizontal yang ditunjukan ke rambu-rambu
ukur yang vertical. Sedangkan pengukuran yang menggunakan alat ini disebut
dengan Levelling atau Waterpassing. Pekerjaan ini dilakukan dalam
rangka penentuan tiggi suatu titik yang akan ditentukan ketiggiannya
berdasarkan suatu system referensi atau bidang acuan.
2.2 Cara Penggunaan Alat Penyipat Datar
Alat yang sering digunakan pada proses pengukuran penyipat
datar yaitu waterpass.
Gambar
1
Waterpass
Berikut ini adalah contoh pengukuran dengan menggunakan waterpass :
1) Pesawat didirikan tepat
diatas dititik P1 yang telah ditandai dengan cat.
2) Setelah unting-unting menunjuk tepat ke titik P1, sekrup pengukit
diatur sedemikian rupa hingga gelembung nivo tepat ditengah-tengah.
3) Menentukan titik-titik
yang akan ditentukan ketinggiannya, lalu mengukur jarak titik-titik tesebut
dari pesawat. Titik-titik tersebut adalah titik 1, 2, 3, dst.
4) Menyipat titik-titik yang telah ditentukan tersebut serta titik BM,
sementara pemegang rambu membetulkan posisi rambu ukur (baak) spaya
tegak betul.
5) Setelah letak rambu ukur
vertikal, benang horisontal dibaca oleh pengamat dan hasilnya dicatat oleh
pencatat secara teliti agar memenuhi dua rumus waterpass, yaitu : d = 100 x
(BA-BB) dan 2 x BT = BA + BB. Jika hasil pembacaan tidak memenuhi rumus diatas,
pembacaan rambu ukur diulang kembali.
6) Setelah titik-titik tersebut
disipat, maka pesawat dipindahkan ke titik P2 yang telah diberi tanda cat,
kemudian mengulang langkah-langkah no.2 s/d no.5. prosedur ini diulang untuk
posisi pesawat di P3, P4, dan seterusnya hingga titik terakhir, yaitu titik
P11.
7) Melakukan penghitungan beda
tinggi terhadap titik-titik tersebut.
2.3
Penentuan Beda Tinggi Antara Dua
Titik
Penentuan beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan tiga
cara. Tiga cara ini dapat dipergunakan sesuai dengan kondisi di lapangan dan
hasil pengukuran yang ingin diperoleh.
1.
Alat ukur berada di antara kedua titik.
Pada
cara pertama
alat ukur diposisikan antara titik A dan B, sedangkan masing-masing titik tersebut ditempatkan rambu
ukur yang vertikal. Jarak dari alat ukur terhadap masing-masing rambu
diusahakan berimbang atau ± sama. Sedangkan letak alat ukur tidaklah harus pada
garis lurus yang menghubungkan titik A dan B. Cara ini merupakan dasar dalam
pengukuran sipat datar memanjang.
Gambar 2
Pengukuran beda tinggi di antara titik dengan alat
penyipat datar
Dengan cara ini
aturlah kedudukan alat agar memenuhi syarat melakukan pengukuran, kemudian
arahkan garis ke rambu A sebagai bacaan belakang (b) dan ke rambu B
sebagai bacaan muka (m). Dalam hal ini selalu diingat, bahwa angka
pembacaan pada rambu merupakan jarak yang dibatasi antara alas rambu terhadap
garis bidik maka dapat dimengerti bahwa beda tinggi antara titik A dan B yaitu
sebesar t = b – m.
2.
Alat ukur berada di luar kedua titik
Pada cara yang kedua ini
merupakan cara yang dapat dilakukan bilamana pengukuran beda tinggi antara
kedua titik tidak memungkinkan dilakukan dengan cara pertama, disebabkan oleh
kondisi di lapangan atau hasil pengukuran yang hendak dicapai. Pada cara ini
alat ukur ditempatkan disebelah kiri atau kanan pada salah satu titik. Jadi
alat tidak berada diantara kedua titik A dan B melainkan di luar garis A dan B
melainkan di luar garis A dan B. Sedangkan pembacaan kedua rambu sama dengan
cara yang pertama, hingga diperoleh beda tinggi antara kedua titik A dan B.
Penentuan tinggi dengan cara ini umum dilakukan pada pengukuran sipat datar
profil.
Gambar 3
Pengukuran Beda Tinggi
di luar Titik dengan Alat Penyipat Datar
3 Alat
ukur berada di atas salah satu dari kedua titik.
Pada
cara ini, alat ukur ditempatkan di atas salah satu titik dari kedua titik yang
diukur. Harus dipahami bahwa, penempatan alat di atas titik terlebih dahulu
diketahui titik tersebut, sehingga kedudukan sumbu ke satu alat ukur segaris
dengan titik tengah patok (Center). Dalam hal ini untuk menempatkan alat tepat
di atas patok menggunakan alat tambahan yaitu unting-unting. Penggunaan
cara yang ketiga ini umum dilakukan pada penyipat datar luas dan Stake
out.
Gambar 4
Pengukuran Beda Tinggi di atas Titik dengan Alat Penyipat
Datar
Seperti terlihat
pada Gambar tinggi a adalah Tinggi Garis Bidik yang
diukur dengan rambu dari atas patok B terhadap titik tengah teropong. Untuk
memperoleh beda tinggi antara titik A dan B maka, arahkan teropong ke rambu
lainnya yaitu rambu A dengan angka bacaan rambu sebesar b. Dengan
demikian, beda tinggi titik A terhadap titik B adalah t = b – a.
Dari
ketiga cara pengukuran beda tinggi di antara dua titik tersebut, sesuai dengan
urutannya cara yang pertama merupakan cara yang paling teliti. Hal ini
disebabkan alat berada diantara kedua rambu sehingga dapat saling memperkecil
kesalahan yang disebabkan oleh tidak sejajarnya garis bidik dan garis nivo pada
saat pengaturan kedudukan alat.
Cara
kedua dan cara ketiga sering kali dipahami sebagai cara Tinggi Garis
Bidik dan selanjutnya disingkat TGB. Dengan TGB sebagai garis acuan, maka
dengan cepat dapat ditentukan ketinggian atau elevasi titik-titik di lapangan.
Bila dicermati lebih mendalam cara kedua lebih teliti dibandingkan dengan cara
ketiga, karena kasarnya prediksi terhadap titik tengah teropong menggunakan
rambu.
Yang
harus dipahami pada pengukuran beda tinggi antara dua titik ini
ialah, beda tinggi selalu diperoleh dari bacaan rambu belakan
dan bacaan rambu muka.
Ditentukannya nama belakang dan muka pada rambu terkait
dengan nama patok serta arah jalur pengukuran yang direncanakan.
Bila t bernilai positif (+), maka titik muka lebih tinggidari
pada titik belakang, sedangkan sebaliknya bila t bernilai negatif
(-), maka titik muka lebih rendah dari pada titik belakang
2.4
Ketelitian Penyipat Datar
Untuk
menentukan baik buruknya pengukuran menyipat datar, sehingga pengukuran harus
diulang / tidak, maka akan ditentukan batas harga kesalahan terbesar yang masih
dapat diterima.
Bila pengukuran
dilakukan pulang pergi, maka selisih hasil pengukuran pulang pergi tidak boleh
lebih besar dari pada:
k1 = ± (2,0 √
Skm) mm untuk pengukuran tingkat pertama (First Order Levelling)
k2 = ± (3,0
√Skm) mm untuk pengukuran tingkat kedua (Second Order Levelling)
k3 = ± (4,0
√Skm) mm untuk pengukuran tingkat ketiga (Third Order Levelling)
Untuk
pengukuran menyipat datar yang diikat oleh dua titik yang telah diketahui
tingginya sebagai titik-titik ujung pengukuran, maka beda tinggi yang didapat
dari tinggi titik-titik ujung tertentu itu tidak boleh mempunyai selisih lebih
besar dari pada:
k1 = ± (2,0 ±
2,0 √ Skm) mm untuk pengukuran tingkat pertama
k2 = ± (2,0 ±
3,0 √Skm) mm untuk pengukuran tingkat kedua
k3 = ± (2,0 ±
6,0 √Skm) mm untuk pengukuran tingkat ketiga
Pada rumus-rumus
Skm berarti jarak pengukuran yang dinyatakan dalam kilometer.
2.5 Kesalahan-Kesalahan Yang Terjadi Ketika
Pengukuran
2.5.1 Kesalahan
Perorangan dan Alat
1) Kekeliruan dalam membaca angka pada
rambu dapat diatasi dengan membaca ketiga benang diafragma
2) Kekeliruan
penulis dalam mencatat data ukur
3) Karena
kesalahan pemegang rambu waktu menempatkan rambu di atas titik sasaran..
2.5.2 Kesalahan
dari Alat
1) Karena
garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo. Hal ini dapat di hindarkan dengan menempatkan alat di
tengah-tengah rambu belakang dan rambu
muka (dp = dm) atau usahakan jumlah jarak rambu belakang = jumlah jarak muka.
2) Kesalahan
karena garis nol skala dan kemiringan rambu. Misalnya letak garis nol skala
pada rambu A dan B tidak betul,maka hasil
pembacaan pada rambu A harus di koreksi Ka dan pada rambu B sebesar Kb.
2.5.3 Kesalahan
yang Bersumber Pada Alam
1) Kesalahan
karena melengkungnya sinar (refraksi), Sinar cahaya yang datang dari rambu ke
alat penyipat datar karena melalui
lapisan-lapisan udara yang berbeda baik kepadatan, tekanan maupun suhunya maka sinar yang datang bukanlah lurus
melainan melengkung.
2) Kesalahan
karena melengkungnya bumi. Sesuai dengan prinsip dasar pengukuran beda tinggi,
maka beda tinggi antara titik A dan B
sama dengan jarak antara bidang nivo melalui titik A dan bidan nivo yang melalui b.
3) Kesalahan
karena masuknya statip alat penyipat datar ke dalam tanah. Alat penyipat datar
selama pengukuran mungkin saja bergerak ke
samping ataupun ke bawah, sehingga gelembung nivo pada alat
penyipat datar tidak di tengah lagi,
dengan demikian garis bidik tidak mendatar lagi. Meskipun demikian alat
penyipat datar dapat saja bergerak ke dalam tanah tetapi gelembung nivo tetap di tengah. Masuknya
statip penyipat datar ke dalam tanah akan memberi pengaruh pada hasil pengukuran.
4) Kesalahan
karena panasnya sinar matahari dan getaran udara. Alat penyipat datar apabila
selalu kena sinar matahari maka akan menimbulkan perubahan pada gelembung nivo
sehingga akan mengakibatkan kesalahan
pada hasil pengukuran. Untuk menghindari
hal tersebut pada waktu pengukuran alat penyipat datar harus di lindungi dengan payung.
Pengaruh getaran udara ini dapat di
hindari dengan melakukan pengukuran pada waktu lapisan udara tenang
yaitu waktu pagi dan sore.
BAB III
KESIMPULAN
Penyipat datar atau levelling adalah proses
penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan tinggi antara
titik-titik akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada pesawat yang
ditunjukan pada rambu yang vertikal. Tujuan dari pengukuran penyipat datar
adalah untuk mencari selisih atau beda tinggi antara dua titik yang di ukur.
Alat yang sering digunakan pada proses pengukuran
penyipat datar yaitu waterpass. Waterpass adalah suatu
alat ukur tanah yang dipergunakan untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik
saling berdekatan. Beda tinggi tersebut ditentukan dengan garis-garis visir
(sumbu teropong) horizontal yang ditunjukan ke rambu-rambu ukur yang vertical.
Berikut ini adalah kesalahan-kesalahan yang terjadi
ketika pengukuran, yaitu : Kesalahan perorangan dan alat,
kesalahan dari alat, dan kesalahan yang bersumber pada alam.
DAFTAR PUSTAKA
Miftaha, “Pengukuran Geodesi Vertikal Geodesi“ http://blogspot.com/2009/10/.html. Diakses tanggal 20 Oktober 2014.
Pukul 23.50 WIB.
Mohamad, “Pengukuran Sipat Datar”. http://blogspot.com/2012/11/.html. Diakses tanggal 20 Oktober 2014.
Pukul 23.55 WIB.
Saputra, “Pengukuran Beda Tinggi Dengan Pesawat“ http://hutasuhut.blogspot.com/2013/06/.html. Diakses tanggal 20 Oktober 2014.
Pukul 23.58 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar